Wednesday, August 15, 2012

tali temali silahturahmi.

Kalau dipikir-pikir, di jaman sekarang ini seberapa banyak dari kita yang tersenyum atau sekedar menyapa orang yang kita temui di jalan? Dan kalau dipikir-pikir lagi, seberapa sering sih kita melakukan hal itu?

Mungkin lebih sering kita menemui orang-orang yang sibuk dengan gadget mereka (atau mungkin bahkan kita sendiri) dibandingkan memperhatikan orang-orang di sekitar mereka. Ironi yang paling tepat menggambarkan hal ini adalah, kecanggihan teknologi mampu membawa orang yang jauh dari kita terasa dekat, namun menjauhkan orang yang dekat dengan kita.

Seberapa banyak juga dari kita yang lebih memilih untuk berpura-pura sibuk dengan gadget kita disaat kita bertemu dengan orang yang kita tidak sukai? Hayooo ngacung! *ikut ngacung* - gue juga melakukan hal yang sama kok, kadang lebih mudah “berpura-pura” menyibukkan diri daripada berbasa-basi dengan orang yang bikin males.

Kadang terasa banget bahwa manusia semakin individualis dan egois. Kita sering banget lupa sama esensi hubungan dan melupakan juga kenyataan bahwa konflik adalah bagian dari hubungan, dan tentunya di jaman serba instan ini, sering kali orang memilih untuk mengambil keputusan dan bahkan bereaksi secara instan atas setiap konflik yang terjadi pada sebuah hubungan. Lari seakan menjadi jalan keluar yang paling mudah daripada diam dan berani menghadapi konflik dan parahnya, membicarakan orang lain di belakang seperti menjadi jauh lebih mudah daripada menegur di muka karena kita takut berkonflik.

Entahlah, gue merasa sepertinya manusia semakin lama semakin berjarak dengan manusia lainnya. Seperti cerita seorang teman, ketika ada seorang penumpang di bus-nya yang mendadak pingsan karena sepertinya terkena serangan jantung mendadak. Satu bus yang perduli temen gw dan beberapa orang bapak-bapak yang akhirnya memapah sang korban ke rumah sakit, bahkan orang yang duduk di sebelah sang korban aja memilih untuk pura-pura tidur.

Ngga itu aja, seberapa sering sih kita melihat bapak-bapak atau bahkan anak-anak muda yang berpura-pura tidur saat melihat ada ibu hamil atau orang yang membawa anak kecil naik ke dalam kendaraan umum, seakan-akan memberikan tempat duduk untuk orang yang membutuhkan merupakan hal yang akan membuat mereka menderita sengsara seumur hidup.

Dan seberapa banyak sih orang memiliki kesadaran untuk mengantri di tempat umum? karena kadang masih gue temui orang-orang yang masih seenaknya memotong antrian bahkan ketika sudah jelas ada queueing line-nya.

Seberapa banyak jugakah dari kita yang masih memiliki toleransi terhadap sesama dan menghargai perbedaan, kalau nyatanya isu SARA masih merupakan isu yang masih ampuh untuk menjadi pemecah diantara satu sama lain. Bahwa kekerasan yang dilakukan terhadap individu lain atas nama SARA masih terkesan begitu mudah “diampuni” karena tidak sanggup kita menghargai orang yang berbeda dari diri kita.

Kadang gue berpikir, apakah ego itu begitu besarnya dibandingkan kemampuan untuk mengasihi sesama manusia? Apakah mengalah itu sebegitu sulitnya dilakukan demi kepentingan orang lain? Apakah kita lupa bahwa kita adalah bagian dari sebuah hubungan yang saling bertautan bahkan dengan seluruh makhluk yang ada di alam semesta. Bahwa sekecil apapun hal yang kita lakukan dan sekecil apapun keputusan yang kita ambil sanggup mengubah seluruh kejadian di alam semesta.

Okay, mungkin gue udah mulai terdengar sok puitis dan sok filosofis tapi inti dari post ini adalah, masih adakah rasa sayang di dalam diri kita terhadap sesama kita, terlepas dari perbedaan yang ada di antara kita. Masih bersediakan kita berhenti sesaat untuk terkadang sekedar menyapa mereka yang dekat dengan kita. Masih bersediakan kita meluangkan waktu untuk memberikan perhatian pada orang-orang di sekeliling kita.

Ketika kita membuka hati kita untuk berhenti melihat ke dalam diri kita dan terus menerus menuntut untuk apa yang tidak kita miliki atau menuntut apa yang kita inginkan, maka kita akan menyadari bahwa kita adalah orang-orang kaya yang diberkati dengan banyak hal, termasuk di antaranya, hubungan kita dengan sesama manusia. Terkadang konflik akan muncul, menyakiti kita, melukai kita dan membuat kita kecewa tapi pada akhirnya kita sadar bahwa setiap konflik terjadi untuk mendewasakan kita, untuk menguji hubungan kita dan untuk membuat kapasitas hati kita menjadi lebih besar karena tidak ada hal yang terjadi di dalam hidup kita ini terjadi dengan sia-sia.

Dan percayalah bahwa ketika kita merasakan diri kita sebagai bagian dari dunia dan mulai mengambil bagian untuk memperhatikan dan mengasihi sesama kita, kita tidak akan pernah sendirian karena apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai.

No comments: